Selasa, 31 Mei 2011

Prinsip Utlytarisme dan Problematika dalam Etika Lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
“Pedulikah saya pada lingkungan hidup kita?” adalah sebuah pertanyaan reflektif yang mengajak kita untuk sejenak merenungkan kehidupan di sekitar kita. Lingkungan hidup adalah “konteks” di mana kita hidup dan bertempat tinggal. Apabila lingkungan hidup tersebut terganggu dan mengalami kerusakan, maka kehidupan dan tempat tinggal kita pun akan terusik.  Prinsip utiytarisme  pada makalah ini akan menjelaskan  mengenai bagaimana cara kita memanfaatkan lingkungan sekitar dengan tetap mengacu pada masalah etika  lingkungan. Prinsip utlytarisme dan problematika lingkungan akan di bahas secara gamblang pada makalah ini sesuai dengan apa yang terdapat pada rumusan masalah. Namun sebelum kita mengacu pada pokok dari makalah ini kami akan membahas pertanyaan dasar mengenai lingkungan.

B.   Rumusan Masalah
1.    Mengapa kita harus peduli terhadap lingkungan kita?
2.    Apakah pengertian utlytarisme?
3.    Bagaimanakah prinsip utlytarisme?
4.    Apakah yang dimaksud dengan etika lingkungan?
5      Sejauh mana cakupan masalah lingkungan hidup dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup di sekitarnya?
6      Bagaimana hal tersebut terkait dengan masalah etika dan moral.
7      Bagaimanakah menyelesaikan problem tersebut?

C.   Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.    Menjelaskan pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan
2.    Menjelaskan pengertian utlytarisme
3.    Menjelaskan prinsip utlytarisme
4.    Menjelaskan pengertian etika lingkungan
5.    Menjelaskan masalah lingkungan  dalam konteks kehidupan manusia dan interaksinya dengan lingkungan hidup di sekitarnya
6.    Menjelaskan keterkaitan antara masalah lingkungan hidup dengan masalah etika dan moral
7.    Menjelaskan cara menyelesaikan problem yang ada di lingkungan





























BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pentingnya Kepedulian terhadap Lingkungan
Manusia sebagai makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya, mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan berupa kerusakan kerusakan lingkungan. Masalah kerusakan lingkungan hidup dan akibat-akibat yang ditimbulkan bukanlah suatu hal yang asing lagi di telinga kita. Dengan mudah dan sistematis kita dapat menunjuk dan mengetahui apa saja jenis kerusakan lingkungan hidup itu dan apa saja akibat yang ditimbulkanya. Misalnya; dengan cepat dan sistematis kita dapat mengerti bahwa eksploitasi alam dan penebagan hutan yang terlalu berlebihan  dapat menyebabkan bencana banjir, tanah longsor dan kelangkaan air bersih; membuang limbah industri ke sungai dapat menyebabkan kematian ikan dan merusak habitatnya; penggunaan dinamit untuk menangkap ikan dapat merusak terumbu karang dan biota laut dan masih banyak lagi daftar kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar kita. Yang menjadi masalah adalah bahwa pengetahuan yang sama atas pengenalan kerusakan lingkungan hidup dan akibat yang ditimbulkan tersebut tidak terjadi dalam pemeliharaan dan perawatan lingkungan hidup. Pertanyaanya sekarang adalah benarkah kita sudah tidak dapat berpikir secara logis dan sistematis lagi sehingga tindakan kita untuk mengeksploitasi lingkungan hidup hanya berhenti pada tahap pengeksploitasian semata tanpa diikuti proses selanjutnya yaitu tanggungjawab  untuk merawat dan memilihara?
Lemahnya kesadaran kita terhadap lingkungan hidup juga terjadi karena  adanya anggapan yang memandang bahwa pemanfaat alam bagi manusia itu adalah hal yang biasa-biasa saja.. Dengan kata lain, proses kerusakan lingkungan hidup dapat dideskripsikan seperti seorang pecandu narkoba . In common sense,  seorang pecandu tentunya mengerti bahwa narkoba dapat merusak tubuh  dan kesehatan mereka. Namun, mereka  tetap saja menikmatinya. Mereka akan benar-benar  sadar terhadap dampak negatif narkoba ketika telah mengalami sakit keras. Proses yang sama  juga terjadi atas sikap kita terhadap  lingkungan hidup. Kita tahu bahwa menebang pohon seenaknya  atau membuang sampah tidak pada tempatnya adalah suatu hal yang jelas-jelas salah, Tetapi  kita  tetap  saja melakukannya berulang-ulang karena  kita diuntungkan, tidak menjadi repot dan itu adalah hal yang sudah biasa dan mungkin kita menikmatinya. Mungkin  kita baru akan benar-benar sadar ketika terjadi bencana besar menimpa hidup kita. Pertanyaannya adalah bukankah hal tersebut sama dengan para pecandu yang tidak segera berhenti mengosumsi narkoba jika belum menghadapi sakit keras?.
Jika saja memang terjadi bahwa  ada banyak orang memiliki pengetahuan dan kesadaran yang begitu rendah dan lamban seperti yang telah kita gambarkan di atas, betapa akan lebih cepat kerusakan lingkungan hidup kita. Hal tersebut tentunya tidak boleh terjadi, sebab kita semua tidak dapat hidup jika tidak ada lingkungan hidup yang menopang dan menjamin kehidupan kita. Hal ini terjadi karena manusia memiiliki ikatan dengan alam. Manusia sangat menyadari bahwa alamlah yang memberi kehidupan dan penghidupan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam kerangka yang lebih luas,  kita tentunya tahu bahwa hanya ada satu bumi tempat dimana kita hidup dan tinggal. Jika kerusakan lingkungan hidup berarti sama dengan kerusakan bumi, maka sama artinya dengan ancaman terhadap hidup dan tempat tinggal kita. Dengan kata lain, tugas untuk merawat dan memelihara lingkungan hidup, bumi serta segala isinya adalah tanggung jawab kita semua. Lingkungan hidup bumi serta segala isinya adalah “milik” kita.
B.           Pengertian dan Prinsip Utilytarisme
Utilitarisme berasal dari bahasa Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang    terbesar. Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleoligis ( dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Dalam perdebatan antara para etikawan, teori utilitarisme menemui banyak kritik. Keberatan utama yang dikemukakan adalah bahwa utilitarisme tidak berhasil menampung dalam teorinya dua paham etis yang amat penting, yaitu keadilan dan hak. Jika suatu perbuatan membawa manfaat sebesar – besarnya untuk jumlah orang terbesar, maka menurut utilitarisme perbuatan itu harus dianggap baik. Jika mereka mau konsisten, para pendukung utilitarisme mesti mengatakan bahwa dalam hal itu peerbuatannya harus dinilai baik. Jadi, kalau mau konsisten, mereka harus mengorbankan keadilan dan hak kepada manfaat. Namun kesimpulan itu sulit diterima oleh kebanyakan etikawan. Sebagai contoh bisa disebut kewajiban untuk menepati janji. Dasarnya adalah kewajiban dan hak.
Beberapa utilitaris telah mengusulkan untuk membedakan dua macam utilitarisme :
1.Utilitarisme perbuatan (act utilitarianism)

2.Utilitarisme aturan (rule utilitarianism)

Prinsip dasar utilitarisme tidak harus diterapkan atas perbuatan – perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas aturan – aturan moral yang kita terima bersama dalam masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita. Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan – aturan moral.
Prinsip dari utilytarisme dalam etika lingkungan adalah bagaimana cara kita memanfaatkan lingkungan sekitar dengan tetap mengacu pada aturan- aturan yang terdapat dalam etika lingkungan tersbut.  Dengan demikian kita tetap bisa memanfaatkan lingkungan tanpa merusaknya.

C.           Etika Lingkungan
Sebelum kita membahas mengenai  problematika lingkungan dan bagaimana cara mengatasinya terlebih dahulu kita akan membahas mengenai etika lingkungan. Dalam kata “ etika lingkungan “ terdapat dua buah kata yaitu “ etika” dan “ lingkungan”. Etika secara etimologi bersal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti watak atau adat kebiasaan. Etika merupakan hubungan dengan perbuatan seseorang yang dapat menimbulkan “penilaian” dari pihak lainnya akan baik buruknya perbuatan yang bersangkutan dengan hal tersebut ( Rosady Ruslan, Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi hal 31 ). Sedangkan lingkungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu daerah atau kawasan yang menerangkan kondisi keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku organisme. Seperti yang kita pahami pengertian dari etika lingkungan adalah mengenai prinsip moral lingkungan. Etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dan keawjiban terhadap linggkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita. Dengan kecenderungan dan kegairahan kita untuk mencoba untuk mengenal, mengerti dan memahami lingkungan hidup kita dengan seluk-beluknya, serta upaya untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang makin baik dalam mengelola lingkungan hidup, kita memiliki harapan dan peluang yang cukup besar bahwa masalah lingkungan hidup yang makin rawan ini dapat kita atasi dengan sebaik-baiknya. Dengan etika lingkungan kita perlu meningkatkan solidaritas sosial diantara sesama, serta solidaritas alam dengan lingkungan hidup.

Isu-isu mengenai kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan. Perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir  kedepan. Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan kekhususannya dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan. Etika Lingkungan dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu

a.    Etika lingkungan dalam
b.    Etika lingkungan dangkal
c.    Etika pelestarian
d.    Etika pemeliharaan

a.    Etika lingkungan dalam

Etika lingkungan dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika lingkungan ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.

b.    Etika lingkungan dangkal
                          
Etika lingkungan dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika lingkungan dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

c.    Etika pelestarian

Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia.

d.    Etika pemeliharaan

Etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua mahluk.

Selanhjutnya etika lingkungan dalam terbagi atas beberapa macam menurut bidabgnya atau fokus perhatiannya

1.    neo-utilitarisme,
2.     zoosentrisme,
3.    biosentrisme dan
4.    ekosentrisme.

1.    Neo-utilitarisme
Etika lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap sebagai perbuatan tidak bermoral.
2.    Zoosentrisme
Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
3      Biosentrisme
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.

4      Ekosentrisme
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur  yang ada di alam, seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokoh, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.

D.           Problematika Lingkungan Hidup
Dalam problematika lingkungan ada dua masalah terbesar yaitu masalah pemanfaatan atau pendayagunaan dan perusakan lingkungan. Masalah pemanfaatan dan perusakan ini dibatasi oleh masalah etika dan masalah moral. Masalah pemanfaatan setiap manusia pasti memahami cara memanfaatkan lingkungan. Namun, mereka tidak memperhatikan batasan-batasan dalam pendayagunaan lingkungan sehingga tanpa sadar ataupun sadar mereka melakukan perusakan terhadap lingkungan hidup. Masalah kerusakan lingkungan hidup mempunyai cakupan yang cukup luas. Ia tidak hanya dibatasi di dalam bentuk kerusakan pada dirinya sendiri. Namun, ia juga terkait dengan masalah etika dan moral. Sebelum kita mengurai lebih lanjut,  kita perlu memperjelas lebih dahulu apa pengertian dari etika dan moral. Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan peninjauan untuk menentukan sikap pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara mengekor saja terhadap pelbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap begini atau begitu. Etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita. Sedangkan moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, kotbah-kotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis tentang bagaimana  manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
1.  Etika
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah etika karena manusia seringkali lupa dan kehilangan orientasi dalam memperlakukan alam. Karena lupa dan kehilangan orientasi itulah, manusia lantas memperlakukan alam secara tidak bertanggungjawab. Dalam keadaan seperti itu, mereka juga tidak lagi menjadi kritis. Oleh karena itulah pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut pertama-tama dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis  serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh anggota ekosistem di dalamnya dengan tepat. Maka, sudah sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi ramah terhadap lingkungan hidup.

Teori etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah sistem prinsip-prinsip moral  yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan hidup bukanlah subdivisi dari etika  human-centered. Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup.
Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan “obyek” yang dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Pertanyaanya sekarang adalah apakah pendekatan etika human-centered tersebut tetap masih relevan diterapkan untuk jaman ini?. Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi, rasanya pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk terus dipraktekkan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan etis lain yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap lingkungan hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan. Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai  obyek yang begitu saja dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh menghargai mereka sebagai “subyek” yang memiliki nilai pada dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita melakukanya terhadap manusia.             

2. Moral 
Dalam kehidupan sehari-hari tindakan moral adalah tindakan yang paling menentukan kualitas baik buruknya hidup seseorang. Agar tindakan moral seseorang memenuhi kriteria moral yang baik, ia perlu mendasarkan tindakanya pada prinsip-prinsip moral secara tepat. Prinsip-prinsip moral yang dimaksud di sini adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri. Prinsip-prinsip moral tersebut disebutkan rasanya juga perlu untuk dikembangkan lebih jauh. Artinya, prinsip moral semcam itu diandaikan hanyalah berlaku bagi sesama manusia. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak hanya berjumpa dan berinteraksi degan sesamanya. Bisa saja terjadi bahwa seseorang lebih sering berinteraksi dan berhubungan dengan makhluk non-human atau lingkungan hidup di mana ia tinggal, bekerja dan hidup. Maka rasanya kurang memadai jika dalam konteks tersebut tidak terdapat prinsip-prinsip moral yang jelas seperti ketika seseorang menghadapi sesamanya. Dengan kata lain, rasanya akan lebih baik jika terdapat prinsip-prinsip moral yang menjadi penentu baik buruknya tindakan seseorang dengan lingkungan hidup dan unsur-unsur kehidupan lain di dalamnya.  
Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita kembali pada pemahaman tentang teori etika life-centered. Kita kembali pada konsep etika tersebut karena melalui pendekatan etika tersebut,  kita dapat menemukan konsep moral yang lebih memadai bagi manusia dalam menentukan sikap, tindakan dan perspektifnya terhadap lingkungan hidup dan makhluk non-human. Life-centered atau biosentris posisi mungkin kelihatan sebagai sebuah pendirian yang aneh. Bagi beberapa orang, hal itu mungkin dianggap keliru, khususnya ketika semua bintang dan tumbuhan dimasukkan sebagai gologan subyek moral. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia punya kewajiban dan tanggung jawab terhadap nyamuk, cacing, semut dan lebah? Alasan apa yang dapat membenarkan pandangan semacam itu? Apakah ada artinya membicarakan tentang bagaimana memperlakukan tanaman atau jamur dengan benar atau salah? Pertanyaan-pertanyaan tersebut rasanya perlu lebih dahulu dijawab untuk menentukan apakah mereka yang kita bicarakan layak disebut sebagai agen moral.
Sebelum kita menjawab beberapa pertanyaan di atas, rasanya terlebih dahulu perlu kita ketahui  apa saja yang menjadi kriteria “sesuatu” dapat disebut sebagai agen moral. Yang dapat disebut sebagai agen moral adalah sebenarnya apa saja yang hidup, yang memiliki kapasitas kebaikan atau kebajikan sehingga dapat bertindak secara moral, memiliki kewajiban dan tanggungjawab, dan dapat dituntut untuk mempertanggungjawabkan tindakanya. Yang lebih penting lagi adalah;  agen moral dapat memberikan penilaian yang benar dan salah; dapat diajak dalam proses delibrasi moral;  dan dapat menentukan keputusan berdasarkan semua alasan yang telah disebutkan. Dengan melihat definisi tersebut, mingkin kita akan berpendapat bahwa semua itu adalah kapasitas yang hanya dimiliki oleh manusia. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pendapat semacam itu benar seluruhnya?
Dugaan bahwa seluruh kapasitas sebagai agen moral di atas hanya dimiliki oleh manusia tidaklah seluruhnya benar. Dalam kenyataan ada juga pengecualian-pengecualian yang dapat menjadi halangan bagi manusia untuk menjadi agen-agen moral, contohnya adalah anak-anak yang masih berada di bawah umur dan mereka yang mengalami cacat mental. Anak-anak dan mereka yang mengalami cacat mental jelas-jelas adalah manusia. Akan tetapi, mereka tidak dapat disebut sebagai agen moral sebab mereka memiliki keterbatasan baik yang tidak permanen maupun yang permanen. Oleh karena itu, apabila mereka melakukan tindakan yang melanggar nilai-nilai moral tidak dapat dikenakan sanksi.

Apabila kita kembali melihat kriteria  agen moral, dapat disimpulkan bahwa ada makhluk hidup lain  bukan manusia yang memiliki kapasitas sebagai agen moral. Bukan tidak mungkin bahwa makhluk non-human memiliki kapasitas-kapasitas yang telah disebutkan di atas sebagai kriteria untuk menjadi agen moral. Semut dan lebah pekerja yang bekerja degan giat dengan penuh rasa tanggungjawab untuk mengumpulkan makanan dan madu demi kebaikan bersama komunitas mereka tidak dapat diabaikan sebagai agen moral jika kita diukur dengan menggunakan kepemilikan kapasitas dapat bertbuat baik dan bertanggungjawab. Begitu juga halnya dengan tanaman; pohon pisang yang rela menghasilkan buah bukan demi untuk dirinya sendiri tetapi demi kebaikan entah bagi manusia atau makhluk yang lain pun juga tidak dapat diingkari keberadaanya sebagai agen moral. Dengan kata lain, pohon pisang juga memiliki kapasitas kebaikan yang layak menjadikan dirinya sebagai agen moral.
Jika dilihat dari prinsip utlilytarisme  kebanyakan teorinya menghasilkan jumlah kebaikan dari jumlah orang. Utilytarisme negatif mengharuskan kita untuk mempromosikan diri untuk mencegah penderitaan yang terbanyak. Pendukung Karl Popper dalam argumen epistomologinya menyebutkan bahwa " hal Ini menambah kejelasan di bidang etika, jika kita merumuskan tuntutan  negatif kami, yaitu jika kita menuntut penghapusan penderitaan dari kebahagiaan.” Dalam implementasi praktis dari gagasan tersebut  dapat dibedakan sebagai berikut
RNSmart, advokat dari prinsip utilitarian, dengan cepat menunjukkan bahwa tujuan akhir dari negatif utlytarisme akan dapat menimbulkan metode tercepat dan paling menyakitkan membunuh keseluruhan umat manusia, karena hal ini akhirnya secara efektif akan meminimalkan penderitaan. Dalam versi moderen negatif utlytarisme tidak meminimalisir semua jenis penderitaan tetapi hanya meminimalisir jenis penderitaan yang sesuai dengan keinginannya. Sebagian pendukung negatif utlytarisme preferensi modern mereka bertahan hidup agar dapat dibebaskan dari penderitaan, sehingga mereka menolak gagasan tentang kehancuran cepat dan tidak sakit kehidupan. Beberapa dari mereka percaya bahwa, dalam waktu teretentu kasus-kasus terburuk penderitaan dapat dikalahkan dan dunia penderitaanldapat direalisasikan.
A.           Mengatasi Problematika Lingkungan
Sebenarnya dalam mengatasi problematika lingkungan sangatlah mudah, hanya kendalanya adalah kemauan kita untuk menyelesaikan dan mengatasi problematika lingkungan tersebut. Ada banyak cara yang dapat kita lakukan untuk merawat dan membaharui lingkungan hidup di sekitar kita. Salah satu caranya adalah melalui tindakan  etis dan sikap moral yang tepat. Kita perlu sungguh menyadari bahwa ada bentuk kehidupan lain di luar kehidupan yang dimiliki oleh manusia. Hal itu berarti bahwa manusia memiliki tanggung jawab yang lebih luas. Ia tidak hanya dituntut untuk menghargai diri dan sesamanya, tetapi juga menghargai makluk hidup lain yang juga menjadi bagian dalam komunitas kehidupan di bumi dengan tindakan etis dan sikap moral yang sesuai. Jika hal itu sungguh-sungguh dilakukan maka akan terwujudlah suatu keharmonisan. Keharmonisan itu sendiri merupakan sebuah cita-cita yang ingin selalu capai oleh cara hidup organik. Cara hidup organik adalah sebuah cara hidup yang memandang bahwa antara manusia dengan lingkungan hidup, segala makhluk dan benda yang ada di dalamnya memiliki keterkaitan yang sangat dalam dan dapat hidup dalam keselarasan. Cara hidup organik adalah sebuah cara hidup yang mengundang kita untuk merasa kerasan dengan kehidupan di bumi ini. Hal tersebut adalah sebuah undangan yang sulit untuk ditolak. akhirnya secara efektif akan meminimalkan penderitaan. Dalam versi moderen negatif utlytarisme tidak meminimalisir semua jenis penderitaan tetapi hanya meminimalisir jenis penderitaan yang sesuai dengan keinginannya. Sebagian pendukung negatif utlytarisme preferensi modern mereka bertahan hidup agar dapat dibebaskan dari penderitaan, sehingga mereka menolak gagasan tentang kehancuran cepat dan tidak sakit kehidupan. Beberapa dari mereka percaya bahwa, dalam waktu teretentu kasus-kasus terburuk penderitaan dapat dikalahkan dan dunia penderitaanldapat direalisasikan.










BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
1.    Pentingnya kepedulian kita terhadap lingkungan karena lingkungan  merupakan tempat dimana kita saling berinteraksi dengan makhluk hidup lainnya. Jika lingkungan kita terganggu kelangsungan hidup makhluk hidup akan terganggu juga.
2.    Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”, jadi pengertian utlytarisme yaitu pemahaman mengenai manfaat. Prinsip utlytarisme lebih menekankan pada aturan- aturan moral sebagai pegangan.
3.    Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan merupakan petunjuk perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
4.    Terdapat dua macam permasalahan dalam problematika lingkungan yaitu masalah pemanfaatan dan perusakan lingkungan hidup. Kedua masalah ini dibatasi oleh masalah etika dan masalah moral. Keterkaitan antara masalah lingkungan hidup dengan etika moral yaitu etika dan moral membatasi cara perkaluan kita terhjadap lingkungan sekitar.
5.    Cara mengatasi problem lingkungan hidup salah satunya ialah melalui tindakan  etis dan sikap moral yang tepat.
B.           Saran
Masalah lingkungan hidup yang dari masa ke masa semakin meningkat membuat kita perlu merenungkan dan bertindak untuk mengatasi masalah tersebut. Kita perlu menyadari bahwa kepedulian kita terhadap lingkungan begitu penting, kita dituntut agar dapat memanfaatkan dan merawat lingkungan sekitar





DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Muhammad dan Rhidawati.2007.Pengetahuan Lingkungan Hidup,Pelengkap Bahan Ajar Perkuliahan. Universitas Cokroaminoto Palopo
Rusady,Ruslan.2002.Etika Kehumasan Konsepsi dan Aplikasi cetakan ke 2.Jakarta:PT Raja Grafindo
Supardi,Imam.2003.Lingkungan Hidup dan Kelestariannya.Bandung:PT Alumni
30 Maret 2011







Tidak ada komentar:

Posting Komentar